Kotbah Minggu III Setelah Trinitatis
Minggu, 25 Juni 2023
Nas: Matius 10:32-39
Selamat Hari Minggu! Sahabat yang baik hati kotbah minggu ini pengajaran Yesus tentang bagaimana syarat menjadi murid sejati.
Menjadi seorang murid Kristus tidaklah mudah atau murahan, tetapi sangat berharga dan bernilai, berkomitmen dan tahan uji. Yesus memberitahukan bahwa murid-murid akan diutus seperti domba di temgah-tengah serigala.
Matius 10:16 (TB) “Lihat, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati.
Dalam melaksanakan missi pengutusan inilah Yesus membekali dan mempersiapkan murid-muridNya agar tidak kuatir tentang hidup mereka, Allah sendiri akan memelihara hidup mereka. Murid harus berani menghadapi tantangan dan setia menyaksikan Yesus Kristus sekalipun ditolak bahkan dianiaya oleh pembenci Injil.
Dalam mempersiapkan murid-murid inilah Yesus menyampaikan pesan penting, ijikankita baca teks kotbah Minggu ini setidaknya ada empat yang harus dilakukan oleh seorang murid Kristus, yakni:
1. Menjadi saksi Kristus: mengakui Yesus dengan setia
Dalam Kisah 1:8 Yesus mengutus murid menjadi saksi dimulai dari Yerusalem, Yudea, Samaria dan sampai ke ujung bumi. Tugas ini mengingatkan kita kembali sebagai murid Kristus.
Sebagai umat Kristen, kita harus percaya dan beriman kepada Allah Bapa dan Percaya juga kepada Anak-Nya Tuhan Yesus Kristus dan Roh Kudus. Tentu kita harus mengakui bahwa Tuhan adalah Bapa kita, dan Dia adalah Juruselamat kita yang hidup dan kekal serta yang menuntun langkah hidup kita. Pengakuan iman ini sangat penting bagi umat percaya, sebab dalam pengakuan ini kita mengetahui segala sesuatu yang dapat kita harapkan dan terima dari Allah.
Pengakuan iman ini mengajar kita untuk mengenal Dia sepenuhnya. Firman Tuhan pada hari ini berkata: “Sebab barangsiapa menyangkal Anak, ia juga tidak memiliki Bapa. Barangsiapa mengaku Anak, ia juga memiliki Bapa.”
Dalam hal ini, kita mau diingatkan agar jangan menyangkal Anak yaitu Yesus Kristus, tetapi kita harus percaya dan mengakui iman kita bahwa Dia adalah Anak Allah, sehingga dengan demikian kita juga beroleh status menjadi anak-anak Allah karena pengakuan iman percaya kita dan anugerah keselamatan yang diberikan-Nya. Seperti yang tertulis dalam Matius 10: 33 “Tetapi barangsiapa menyangkal Aku di depan manusia, Aku juga akan menyangkalnya di depan Bapa-Ku yang di sorga.”
2. Pembawa pedang pemisah
Matius 10:34 “Jangan kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk membawa damai di atas bumi; Aku datang bukan untuk membawa damai, melainkan pedang.
Sepintas teks ini mungkin sulit kita terima, anggapan kita bahwa Yesus datang membawa damai, membuat semua orang teduh dan tenang. Itu benar demikianlah adanya karena Yesus menghendaki kita semua menjadi pembawa damai.
Namun coba anda bayangkan bagaimana jika terjadi di dalam satu rumah tangga, terjadi perselisihan, isteri dan anak-anak orang yang taat dan setia kepada Tuhan, memikirkan kehidupan rohaninya namun sang suami sama sekali tidak perduli. Sudah berulang kali dinasihati, dibujuk bahkan mendatangkan majelis atau pendeta agar bisa memperbaiki perilakunya namun toh tak kunjung baik. Saat keadaan seperti itu Kristus datang?
Satu contoh lainnya, beberapa kali saya membuat pengajaran khusus bagi yang memilih pasangan beda agama. Seorang perempuan memutuskan hidup bersama dengan pasangannya yang Kristen dan bersedia dibimbing menjadi murid Kristus. Akhirnya kita ajari dan dengan suka rela bersedia dibaptis. Dia sayang sama keluarganya namun keluarganya tidak menerima bahkan telah dianggap bukan anak dan namanya telah dicoret dari ahli waris orang tuanya.
Pergumulan seperti itulah kita membuka pikiran untuk menafsirkan teks ini. Kristus hadir untuk membawa damai dan keselamatan, tetapi pada akhirnya bagi yang tidak menerima damai dan keselamatan harus terpisah. Damai sejahtera dan keselamatan selalu terbuka sampai kedatangan Kristus. Namun saat Kristus telah datang dalam kemuliaan, Kristus akan menghakimi setiap orang.
Apa yang mau disampaikan disini, mari sambut dan terima damai dan keselamatan dari Yesus Kristus selagi masih kesempatan. Jangan sampai kesempatan itu tertutup pemyesalan datang. Kristus menghendaki kita semua selamat di dalam penebusanNya.
3. Memikul salib dan rela menderita
Matius 10:38 (TB) Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak layak bagi-Ku.
Pemuridan adalah suatu hal yang terus menerus kita lakukan. Mengasah dan menguji kesetiaan kita sebagai murid Tuhan Yesus. Berbicara tentang pemuridan memang sepenuhnya Yesuslah yang memanggil, memperlengkapi, mengutus dan memelihara murid-muridNya menjalankan misi. Dari catatan-catatan Injil setidaknya ada 3 syarat menjadi murid Yesus:
– menyangkal diri
– memikul salib
– dan mengikut Yesus
Hal itu kita temukan dalam Matius 16:24 (TB) Lalu Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku.
Satu dari syarat itu disebutkan Yesus dalam renungan hari ini. Bahwa seorang yang tidak mau memikul salib tidak layak menjadi murid Tuhan Yesus.
Apa arti dari kata memikul salib? Berangkat dari kata “memikul”, suatu aktifitas seseorang yang membawa beban di bahunya. Beban yang dibawa dibahu biasanya berat, bukan ringan. Kalau ringan bisa ditenteng seperti orang kantoran menenteng tas. Atau seorang petani yang menenteng rantang nasi sebagai bekal baginya. Menjadi murid Yesus harus bersedia memikul salib berarti mengikut Yesus tidak gampang dan tidak mudah. Memikul salib harus bersedia menderita dan melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya sampai tuntas.
Mengikut salib, berarti bertanggung jawab memikul beban yang harus dipikul. Sekalipun berat namun harus dibawa, jika tidak maka perjalanan akan sia-sia. Memikul salib ini suatu tugas dan tanggung jawab yang besar, jika tidak dilakukan maka missi akan gagal. Jika boleh kita gambarkan seperti seseorang yang harus memikul sebatang pohon yang hendak digunakan sebagai jembatan penyeberangan kali. Jika kayunya dipotong agar lebih ringan, maka sia-sia juga, karena kayunya tidak sampai menyeberangkan dia. Maka kayu yang akan dipikul sudah diperhitungkan dan sanggup menjadi jalan menyeberangkan sungai.
Memikul salib tarmaktub juga di dalamnya ketaatan. Taat sampai mati seperti Kristus taat sampai mati di kayu salib. Berat memang, kita dari diri sendiri tidak akan kuat melakukannya, namun tugas ini hanya mampu kita lakukan karena dimampukan Yesus. Di dalam Yesus kuk yang kita pikul menjadi ringan (Band Mat 11:28)
4. Jangan takut kehilangan nyawa
Matius 10:39 (TB) Barangsiapa mempertahankan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, dan barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya.
Nyawa adalah segalanya; tidak ada seorang pun dapat bernegosiasi dengan taruhan nyawa. Apapun kita lakukan jika sudah nyawa menjadi taruhannya. Lihatlah misalnya jika terjadi hal buruk, seseorang mengancam hidup kita opsi nyawa atau uang, orang rela kehilangan harta yang penting nyawanya selamat. Demikian dengan penyakit, tidak sedikit orang rela menghabis uang yang dia cari selama hidupnya untuk kesembuhan dari sakit. Namun ada juga orang karena terus bekerja mengabaikan kesehatannya. Dalam kasus lain manusia ini sangat unik, manusia tidak rela dihina dan ditindas, maka untuk mengembalikan hak, harga diri orang mau menyabung nyawa. Dalam pandangan demikian Alkitab menyapa: untuk apa kita memperoleh segala sesuatu di dunia kalau kehilangan nyawanya?
Alkitab mengajarkan bahwa nyawa kita sangat berharga. Nyawa adalah pemberian Allah pada manusia. Ketika manusia diciptakan Allah segambar dengan rupa Allah, maka Tuhan menghembuskan nafas kehidupan. Kejadian 2:7 (TB) ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup.
Kita disebut makhluk hidup karena nyawa.
Allah menempatkan manusia di Taman Eden dan memelihara hidup mereka dengan satu ketentuan menuruti perintah Allah.
Namun sangat disayangkan manusia tidak menuruti perintah Allah, sehingga harus kehilangan nyawanya. Bukankah Allah telah berfirman, sekali engkau memakannya kamu akan mati. (Bac Kej 2:17). Sekalipun demikian, Tuhan tidak menghendaki manusia kehilangan nyawanya karena itulah Allah sendiri mengutus anakNya yang tunggal ke dunia ini dan rela mati di kayu salib untuk menyelamatkan nyawa kita. Tidak ada pengorbanan yang lebih berharga dari itu; rela mati untuk menyelamatkan orang lain. Roma 14:7, 9 (TB) Sebab tidak ada seorang pun di antara kita yang hidup untuk dirinya sendiri, dan tidak ada seorang pun yang mati untuk dirinya sendiri.
Sebab untuk itulah Kristus telah mati dan hidup kembali, supaya Ia menjadi Tuhan, baik atas orang-orang mati, maupun atas orang-orang hidup.
Dengan penebusan Kristus, nyawa kita adalah milik Allah. Keselamatan kita dijamin oleh Allah. Satu-satunya cara memelihara keselamatan nyawa kita adalah melakukan kehendak Allah. Tidak yang lain; menyelamatkan nyawa kita tidak dapat dilakukan dengan memiliki harta di dunia ini. Tak ada alat pernafasan apapun yang dapat kita beli untuk memperpanjang nafas kita. Tidak ada seorang pun di dunia ini yang dapat memperpanjang nyawanya, menambah hari-hari hidupnya. Semuanya atas kuasa dan kehendak Allah.
Maka memelihara nyawa kita adalah hidup di dalam iman. Orang yang mempertahan iman sekalipun harus kehilangan nyawanya dia tidak kehilangan nyawanya karena yang dipertahankan adalah imannya.
Yesus telah memberikan nyawanya demi menyelamatkan kita. Bukan hanya menyelamatkan nyawa kita, tetapi telah menyelamatkan kita dari hukuman atas dosa-dosa kita.
Sekarang, yang menjadi perenungan bagi kita, apakah kita rela kehilangan nyawa kita demi menyaksikan iman kita kepada Yesus Kristus? Apakah kita rela dibenci oleh oranglain, bahkan nyawa kita terancam dan kita menjadi dekat dengan kematian demi menyaksikan kebenaran Kristus? Marilah kita menjawabnya di dalam hati kita masing-masing. Yang jelas, ada banyak orang yang takut kehilangan nyawanya. Bahkan ia rela kehilangan nyawa orang lain, yang penting nyawanya dapat diselamatkan. Ia hanya mementingkan dirinya sendiri, yang penting ia hidup, senang dan bahagia dan tidak memperdulikan oranglain.
Hal ini disebut sebagai egosentris (hanya berpusat pada diri sendiri dan kepentingannya sendiri).
Dalam Alkitab, kita dapat menemukan beberapa tokoh yang bertindak hanya mempertahankan nyawanya sendiri. Misalnya: Istri Lot. Ia berusaha mempertahankan nyawa dan hartanya dengan menoleh kembali ke belakang, ketika Allah akan menghancurkan Sodom dan Gomora. Akhirnya, dia sendiri kehilangan nyawanya dan menjadi tiang garam.
Demikian dengan Yudas Iskariot yang berusaha menyenangkan hati demi uang ia rela menghianati Yesus. Mari kita menyaksikan akhir hidup Ananias dan Safira, pasangan suami istri yang akhirnya mati karena berusaha mendustai Allah atas hasil penjualan tanahnya. Dan masih banyak tokoh lainnya yang bertindak hanya untuk menyelamatkan diri sendiri, akhirnya ia kehilangan nyawanya sendiri.
Namun, marilah kita menyaksikan bagaimana akhir hidup orang-orang percaya yang rela kehilangan nyawanya demi Kristus. Bagaimanakah akhir hidup mereka? Rasul Paulus, Petrus, Stefanus, Timotius, dan para penginjil lainnya bahkan para Missionaris yang datang ke tanah Batak untuk membawa kabar sukacita, Injil Kristus. Mereka berani mati martir, kehilangan nyawa mereka demi memberitakan injil. Misanya: Samuel Munson dan Henry Lyman (1834), kedua missionaris tersebut terbunuh saat memberitakan injil di Lobu Pining, Tapanuli Utara. Memang mereka kehilangan nyawa mereka dan mati. Namun, sebagai orang percaya kita yakin mereka akan memperoleh upah yang terbaik dalam Kerajaan Sorga yang telah disediakan oleh Tuhan Allah. Mereka akan memperoleh mahkota kemenangan bersama Yesus.
Benar apa yang dikatakan oleh Bapak Gereja Tertulis: “darah martir adalah benih dari gereja”. Tulisan ini juga kita temukan dalam Monumen Munson dan Lyman di Lobu Pining. Kiranya kotbah Minggu ini menyemangati kita menjadi murid Kristus. Amin.
Salam: Pdt Nekson M Simanjuntak